Siti Mutmainah, Saudagar Emas dan Pejuang Pendidikan Muhammadiyah Blitar
Hj. Siti Mutmainah lahir di Blitar pada 1 Juli 1945. Sejak remaja, ia bercita-cita menjadi guru di sekolah Muhammadiyah. Ia sempat menempuh pendidikan di PGA Muhammadiyah Malang, namun terhenti karena keterbatasan biaya. Kembali ke Blitar, ia memutuskan terjun ke dunia perdagangan.
Pada usia 17 tahun, Siti mulai bekerja sebagai pembuat kue jajanan di pasar. Dari hasil jualannya, ia menabung sedikit demi sedikit hingga akhirnya dapat mengikuti lelang emas di Pegadaian, lalu menjadi pedagang emas keliling.
Kesuksesannya berbisnis memungkinkan ia mendirikan toko emas pertama yang diberi nama Sri Rejeki. Karirnya sebagai saudagar pun berkembang pesat, bahkan di usia 27 tahun, ia sudah mampu melaksanakan ibadah haji.
Keinginannya untuk menjadi guru pun akhirnya terwujud dengan mendirikan lembaga pendidikan tingkat SMP dan SMA di Kauman, Kesamben.
"Mbiyen dadi guru gak iso, saiki kersane gusti Allah malah dadi sing bayari guru," tuturnya ketika berbincang dengan tim blitarmu/MPID.
Sekolah itu awalnya dinamai SMP/SMA Pesantren, namun karena permintaan dari Depdikbud, nama sekolah tersebut diubah menjadi SMP/SMA Jenderal Soedirman.
Meskipun lembaga pendidikan ini belum berada di bawah Persyarikatan Muhammadiyah, Siti Mutmainah sebagai pendiri dan penyandang dana sudah dikenal luas sebagai seorang tokoh Muhammadiyah. Nama Jenderal Soedirman sendiri dipilih untuk menghormati salah satu tokoh Muhammadiyah.
Karena adanya konflik internal, SMP/SMA Jenderal Soedirman akhirnya dilepas. Kemudian, ia membeli tanah seluas 2 hektare di daerah Babadan, Kesamben, dari seorang tokoh NU bernama KH. Maksum seharga 2 juta rupiah, atau setara dengan 4 kg emas pada tahun 1980-an.
Di lahan tersebut kini berdiri Masjid, TK ABA, dan SD Muhammadiyah Kesamben. Siti Mutmainah mendanai dan merancang ketiga bangunan ini, serta hingga kini rutin menjadi donatur.
Biaya pembangunan Masjid dan sekolah tersebut mencapai lebih dari 2,5 miliar rupiah, ditambah pembelian lahan baru untuk perluasan SD Muhammadiyah seharga lebih dari 200 juta rupiah pada tahun 2011.
Mengawali Perjuangan dengan Ngaji Rutin di Rumahnya
Siti Mutmainah tidak hanya dikenal sebagai donatur Muhammadiyah, tetapi juga sebagai aktivis yang gigih menghidupkan kegiatan Muhammadiyah di daerahnya. Ia terakhir menjabat sebagai bendahara Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Blitar.
Bersama suami sebelumnya, H. Abdul Hadi, yang pernah menjabat sebagai ketua PCM Kesamben, ia aktif mengembangkan Muhammadiyah, terutama di wilayah Kesamben.
Kegiatan dakwah dimulai dengan pengajian rutin yang diadakan di rumahnya, mengundang warga sekitar dan mendatangkan mubaligh untuk mengisi kajian.
Secara bertahap, warga sekitar dikenalkan dengan Muhammadiyah. Salah satu mubaligh yang berpengaruh dalam hidupnya adalah Ust. Letkol Daenuri, pendakwah Muhammadiyah asal Malang yang juga kerabatnya.
Keberadaan lembaga pendidikan, mulai dari TK ABA hingga SD Muhammadiyah Kesamben, tidak lepas dari peran Siti Mutmainah. Hingga kini, sebagian keuntungan dari toko emas yang ia kelola atau yang sudah diserahkan kepada anak-anaknya, digunakan untuk menjadi donatur tetap AUM Pendidikan di Kesamben.
Sebagai Aghnia’, Siti Mutmainah juga banyak berkontribusi dalam perkembangan Muhammadiyah di wilayah Blitar. Salah satu kontribusinya adalah membantu membebaskan tanah untuk pendirian Rumah Sakit Islam (RSI) Aminah.
Ketika suaminya, H. Abdul Hadi wafat, Siti Muthmainah menikah dengan tokoh Muhammadiyah Pongggok, H. Syamsuka dan mendukung pengembangan Masjid Al Furqan Muhammadiyah di Kawedusan, Ponggok, yang tak jauh dari tempat tinggalnya saat ini.
Di usia sepuhnya, beliau tetap bekerja mengelola toko emas Raja Bali. []
📝Tim Dokumentasi Sejarah Muhammadiyah Kabupaten Blitar
Post a Comment for "Siti Mutmainah, Saudagar Emas dan Pejuang Pendidikan Muhammadiyah Blitar"
Post a Comment
Mau berkomentar? Jangan sungkan-sungkan, tulis di bawah ini